 |
| Foto Florence Nightingale |
Florence Nightingale (lahir di Florence, Italia, 12 Mei 1820 – meninggal di London, Inggris, 13 Agustus 1910 pada umur 90 tahun) adalah pelopor perawat modern,
penulis dan ahli statistik.[1] Ia dikenal dengan nama Bidadari
Berlampu (bahasa Inggris The Lady With The
Lamp) atas jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan
korban perang pada perang Krimea, di semenanjung
Krimea, Rusia.
Florence Nightingale menghidupkan
kembali konsep penjagaan kebersihan rumah sakit dan kiat-kiat juru rawat. Ia
memberikan penekanan kepada pemerhatian teliti terhadap keperluan pasien dan
penyusunan laporan mendetil menggunakan statistik sebagai argumentasi perubahan
ke arah yang lebih baik pada bidang keperawatan di hadapan pemerintahan
Inggris.
Masa kecil
Semasa kecilnya ia tinggal di Lea
Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William Nightingale yang
merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya
adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang.
Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope.
Pada masa remaja mulai terlihat
perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya
sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan
berpendidikan aktivitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara
Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.
Perjalanan ke Jerman
Di tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang rumah sakit modern
pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola
oleh biarawati Lutheran (Katolik). Di sana Florence Nightingale terpesona
akan komitmen dan kepedulian yang dipraktekkan oleh para biarawati kepada
pasien.
Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan membawa angan-angan tersebut.
Belajar merawat
Florence Nightingale sewaktu masih
muda. Pada usia dewasa Florence yang lebih
cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah yang kaya, mendapat
banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence merasa
"terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan
kemanusiaan.
Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron
of Houghton), lamaran inipun ia tolak karena ditahun itu ia sudah
membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.
Ditentang oleh keluarga
Keinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya.
Hal ini dikarenakan pada masa itu di Inggris, perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit
adalah tempat yang jorok. Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah
dan dirawat di rumah.
- Perawat disamakan
dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang
miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi.
- Profesi perawat banyak
berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga dianggap
profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien
memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan
tidak senonoh
- Perawat di Inggris pada masa
itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan
tersebut di atas.
- Perawat masa itu
lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.
Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa
merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini juga
secara langsung melindungi mereka dari perlakuan yang tidak hormat dari
pasiennya.
Walaupun ayahnya setuju bila Florence
membaktikan diri untuk kemanusiaan, namun ia tidak setuju bila Florence menjadi
perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan anaknya
bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan
keluar negeri untuk menenangkan pikiran.
Tetapi Florence berkeras dan tetap
pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk mendapatkan pelatihan bersama biarawati disana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth, Jerman di bawah tekanan dari keluarganya yang takut akan
implikasi sosial yang timbul dari seorang gadis yang menjadi perawat dan latar
belakang rumah sakit yang Katolik sementara
keluarga Florence adalah Kristen Protestan.
Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit
untuk orang miskin di Perancis.
Kembali ke Inggris
Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan mendapat pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen,
sebuah rumah sakit kecil yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun
(setara dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga
Florence dapat hidup dengan nyaman dan meniti karirnya.
Di sini ia beragumentasi sengit dengan
Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila
komite ini mengubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;
"rumah
sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama
lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama
untuk orang Islam"
Komite Rumah Sakit pun mengubah
peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.
Perang Krimea
Pada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea. Tentara Inggris bersama tentara Perancis berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun
yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka.
Keadaan memuncak
ketika seorang wartawan bernama William
Russel pergi ke Krimea. Dalam tulisannya
untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana
prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam
melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?".
Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa masanya
telah tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney
Herbert, untuk menjadi sukarelawan.
Pada pertemuan
dengan Sidney
Herbert terungkap bahwa Florence adalah satu-satunya wanita yang mendaftarkan
diri. Di Krimea prajurit-prajurit banyak yang mati
bukan karena peluru dan bom, namun karena tidak adanya perawatan, dan perawat
pria jumlahnya tidak memadai. Ia meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis
sukarelawan dan Florence menyanggupi.
Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih oleh
Nightingale dan termasuk bibinya Mai
Smith,[3] berangkat ke Turki menumpang sebuah
kapal.
Gedung Barak Rumah Sakit di Scutari sekarang
Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit
pinggir pantai di Scutari. Saat tiba disana
kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan.
Beberapa gadis sukarelawan terguncang
jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas, semua ruangan penuh
sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit
bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang
merawat.
Dokter-dokter bekerja cepat pada saat
pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan mengamputasi apa saja yang
membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut ditumpuk begitu
saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke tempat
lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi satu dan
mengeluarkan bau tak sedap.
 |
| Ilustrasi Rumah Sakit di Scutari |
Florence melakukan
perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para penderita di
dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di
luar rumah sakit. Ia mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling
tidak bernaung di bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda.
Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;
- Perban
diganti secara berkala.
- Obat
diberikan pada waktunya.
- Lantai rumah
sakit dipel setiap hari.
- Meja kursi
dibersihkan.
- Baju-baju
kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat.
Akhirnya gunungan potongan tubuh,
daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh
atau ditanam.
Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah
berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang seluruhnya namun jerit dan
rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di
bawah pengawasan Florence Nightingale.
Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka dari
luar pada malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di
tingkat ekonomi menengah, bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah
kepemimpinan kuat seorang wanita, anak-anak mereka bisa dilindungi dari
kemungkinan serangan seksual.
Ketakutan akan hal inilah yang membuat
ibu-ibu di Inggris menentang anak perempuan mereka
menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya dimana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini berada dibawah pengawasan Biarawati Kepala.
Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence
menuliskan pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui.
Namun, kerja keras Florence
membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada jumlah kematian
prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi yang
terbanyak dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence berada disana
sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat
prajurit malah meninggal karena penyakit seperti; tipes, tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian akibat luka-luka saat
perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah
pasien melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini
menyebabkan sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara memburuk.
Pada bulan bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence
Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan
sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis.
Namun Florence tetap percaya saat itu
bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari suplai makanan
dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat Florence
kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan
Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the Health of the Army),
akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal
akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.
Hal ini berpengaruh pada karirnya di
kemudian hari dimana ia gigih mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal
yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian prajurit
pada saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan betapa pentingnya
disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara sebuah rumah sakit.
Bidadari berlampu
 |
| ilustrasi |
Pada suatu kali, saat pertempuran
dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara datang dan
melapor pada Florence bahwa dari kedua belah
pihak korban yang berjatuhan banyak sekali.
Florence menanti rombongan pertama,
namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada bintara tersebut apa yang
terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban
selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.
Florence memaksa bintara tersebut untuk
mengantarnya ke bekas medan pertempuran untuk mengumpulkan korban yang masih
bisa diselamatkan karena bila mereka menunggu hingga esok hari korban-korban
tersebut bisa mati kehabisan darah.
Saat bintara tersebut terlihat enggan,
Florence mengancam akan melaporkannya kepada Mayor
Prince.
Berangkatlah mereka berenam ke bekas
medan pertempuran, semuanya pria, hanya Florence satu-satunya wanita. Florence
dengan berbekal lentera membalik dan
memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup
dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit Rusia.
Malam itu mereka kembali dengan membawa
lima belas prajurit, dua belas prajurit Inggris dan tiga prajurit Rusia.
Semenjak saat itu setiap terjadi
pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling dengan lampu untuk mencari
prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari
berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang
seharusnya sudah meninggal.
Selama perang Krimea, Florence
Nightingale mendapatkan nama "Bidadari Berlampu".[4] Pada tahun 1857 Henry Longfellow, seorang penyair
AS, menulis puisi tentang Florence Nightingale berjudul "Santa Filomena",
yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara
pada malam hari, sendirian, dengan membawa lampu.
"Pada jam-jam penuh
penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku."
Pulang ke Inggris
Florence Nightingale kembali ke Inggris
sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857, semua orang tahu siapa Florence
Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan pertempuran
Krimea, dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang
paling terkenal setelah Ratu Victoria sendiri.
Nightingale pindah dari rumah keluarganya di Middle
Claydon, Buckinghamshire, ke Burlington
Hotel di Piccadilly. Namun, ia terkena
demam, yang disebabkan oleh Bruselosis ("demam
Krimea") yang menyerangnya selama perang Krimea.[5] Dia memalangi ibu dan saudara
perempuannya dari kamarnya dan jarang meninggalkannya.
Sebagai respon pada sebuah undangan
dari Ratu Victoria - dan meskipun terdapat keterbatasan kurungan pada ruangannya
- Nightingale memainkan peran utama dalam pendirian Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert
menjadi ketua. Sebagai wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi
Kerajaan, tetapi ia menulis laporan 1.000 halaman lebih yang termasuk laporan
statistik mendetail, dan ia merupakan alat implementasi rekomendasinya. Laporan
Komisi Kerajaan membuat adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya
Sekolah Medis Angkatan Bersenjata dan sistem rekam
medik angkatan bersenjata.
Karier selanjutnya
Ketika ia masih di Turki, pada tanggal 29 November 1855, publik bertemu untuk memberikan pengakuan pada Florence
Nightingale untuk hasil kerjanya pada perang yang membuat didirikannya Dana
Nightingale untuk pelatihan perawat. Sidney
Herbert menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati Cambridge menjadi ketua. Sekembalinya Florence
ke London, ia diundang oleh tokoh-tokoh
masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan bernama "Dana
Nightingale", dimana Sidney
Herbert menjadi Sekertaris Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya.
Badan tersebut berhasil mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000
sebagai rasa terima kasih orang-orang Inggris karena Florence Nightingale berhasil menyeamatkan banyak
jiwa dari kematian.
Florence menggunakan uang itu untuk
membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita yang pertama, saat itu
bahkan perawat-perawat pria pun jarang
ada yang berpendidikan.
Florence berargumen bahwa dengan adanya
sekolah perawat, maka profesi perawat akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik
akan mengijinkan anak-anak perempuannya untuk bersekolah disana dan masyarakat
akan lain sikapnya menghadapi seseorang yang terdidik.
Saat dibuka pada tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan
baik-baik mendaftarkan diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krimea telah menghilangkan gambaran lama tentang perempuan
perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar
baru tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan
orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence Nightingale
School of Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King
College London.
Sebagai pimpinan sekolah Florence
mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin. Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di
sekolah tersebut.
Saat tiba waktunya anak-anak didik
pertama Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga pemudi habis
diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal
rumah sakit yang lain banyak meminta bagian.
Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool Workhouse Infirmary. Ia juga
berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di
Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya.
Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan
ditempat-tempat tersebut.
Dunia menjadi tergugah dan ingin
meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat untuk dididik di sekolah
tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di
negerinya masing-masing.
Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari
sekolah Florence telah tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal
pengembangan profesi keperawatan. Beberapa dari
mereka telah diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di rumah
sakit-rumah sakit London seperti St. Mary's Hospital, Westminster Hospital, St
Marylebone Workhouse Infirmary dan the Hospital for Incurables (Putney); dan diseluruh
Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh Royal
Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di Sydney
Hospital, di New South Wales, Australia.
Orang sakit menjadi pihak yang paling
beruntung di sini, disamping mereka mendapatkan perawatan yang baik dan
memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku dan buah pikiran
Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.
Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan
(Notes on Nursing) buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan orang
awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia.
Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian
tentang perawatan bayi.
Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di hadapan beratus-ratus undangan menganugerahkan
Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence Nightingale menjadi
wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.
Pada tahun 1908 ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari
kota London.
Nightingale adalah seorang universalis Kristen.[6] Pada tanggal 7 Februari 1837 – tidak lama sebelum ulang tahunnya ke-17 – sesuatu
terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, "Tuhan berbicara padaku
dan memanggilku untuk melayani-Nya."
Meninggal dunia
Florence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun
pada tanggal 13 Agustus 1910. Keluarganya menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia
dimakamkan di Gereja St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.